Senin malam, (22/08/2014) BNPT (Badan Nasional
Penanggulangan Terorisme) bekerjasama dengan Lembaga Daulat Bangsa dan juga
Komunitas Sastra Indonesia melaksanakan pagelaran “Sastra Menolak Terorisme”.
Acara ini berlangsung di Gedung Arsip Nasional, Jalan Gajah Mada 111, Jakarta
Barat, menampilkan antara lain pembacaan puisi presiden penyair Indonesia
Sutardji Calzoum Bachri, wayang kulit Betawi, dengan lakon Gatotkaca Jadi Raja
dengan dalang Sukarlana, musikalisasi puisi Omah Suwung, monolog dan peluncuran
buku antologi puisi menolak terorisme“Pengantin Langit”.
Acara pada malam itu berlangsung pada pukul
18.00 hingga 23.00 diawali dengan makan malam yang diiringi gemulainya musik gamelan.
Pembukaan acara dibuka dengan music tradisional dan pertunjukan Gunungan. Setelahnya,
terdapat pula musikalisasi puisi Omah Suwung (mantra tolak bala) dan pembacaan
satu puisi oleh Penyair Abdullah Wong yang berjudul Teroris Hati.
Tujuan berlangsungnya acara pagelaran
sastra dan kesenian ini seperti yang ada di press release, ialah memomentumkan
bangkitnya para seniman dan komunitas sastrawan maupun penyair juga seluruh
komponen masyarakat yang hadir untuk turut serta dalam pencegahan terorisme.
Menurut Ketua Lembaga Daulat Bangsa, Soffa Ihsan,
terorisme hingga kini terus menjadi ancaman bagi masyarakat, negara dan bangsa.
Paras gerakan terorisme bertumbuh dan bermetamorfosa dari mulai jaringan besar
hingga dalam wujudnya yang bersifat individual. Berbagai cara dilakukan dalam
aksi terorisme seperti bom bunuh diri, penembakan, penculikan, dan bentuk
kekerasan lainnya.
“Melalui sastra melesak jiwa-jiwa
kepedulian yang bermata air dari kegalauan, keperihan dan kepedihan. Ia menjadi
pengembaraan kata-kata yang melampaui realitas baku, kaku, dan segala rupa
verbalitas,” ujarnya.
Sambil diselingi pementasan wayang kulit
Betawi dengan lakon Gatotkaca Jadi Raja dengan dalang Sukarlana yang
menyelipkan pesan moral deradikalisasi beragama. Acara semakin seru dengan
masuknya Presiden Penyair Indonesia, Sutarji Calzoum Bachri yang mengguncang
panggung dengan tiupan harmonikanya sambil membacakan puisi ‘Aku’ Chairil
Anwar. Riuh tepuk tangan hadirin kembali pecah kala Sutarji membacakan karya
puisinya yang berjudul ‘Jembatan’ dengan pembawaan gaya nyentrik khasnya.
Sebagai penutup, Sutarji berorasi mengenai
bahayanya terorisme bagi kedamaian di negeri ini. Namun, terorisme menurut
Sutarji bukan hanya terror bom dan serangan-serangan kelompok ekstrimis
golongan agama tertentu. “Terorisme adalah penindasan-penindasan elite terhadap
rakyat, pembiaran-pembiaran kesengsaraan, kelaparan, dan kemiskinan terhadap
rakyat. Hal tersebut juga terorisme”, ujarnya.
(Azami Mohammad)
0 komentar:
Posting Komentar