Sabtu, 04 Oktober 2014

Berita Sastra: Pagelaran “Sastra Menolak Terorisme” Gedung Arsip Nasional, 22 September 2014




Senin malam, (22/08/2014) BNPT (Badan Nasional Penanggulangan Terorisme) bekerjasama dengan Lembaga Daulat Bangsa dan juga Komunitas Sastra Indonesia melaksanakan pagelaran “Sastra Menolak Terorisme”. Acara ini berlangsung di Gedung Arsip Nasional, Jalan Gajah Mada 111, Jakarta Barat, menampilkan antara lain pembacaan puisi presiden penyair Indonesia Sutardji Calzoum Bachri, wayang kulit Betawi, dengan lakon Gatotkaca Jadi Raja dengan dalang Sukarlana, musikalisasi puisi Omah Suwung, monolog dan peluncuran buku antologi puisi menolak terorisme“Pengantin Langit”.
 
Acara pada malam itu berlangsung pada pukul 18.00 hingga 23.00 diawali dengan makan malam yang diiringi gemulainya musik gamelan. Pembukaan acara dibuka dengan music tradisional dan pertunjukan Gunungan. Setelahnya, terdapat pula musikalisasi puisi Omah Suwung (mantra tolak bala) dan pembacaan satu puisi oleh Penyair Abdullah Wong yang berjudul Teroris Hati.

Tujuan berlangsungnya acara pagelaran sastra dan kesenian ini seperti yang ada di press release, ialah memomentumkan bangkitnya para seniman dan komunitas sastrawan maupun penyair juga seluruh komponen masyarakat yang hadir untuk turut serta dalam pencegahan terorisme.

Menurut Ketua Lembaga Daulat Bangsa, Soffa Ihsan, terorisme hingga kini terus menjadi ancaman bagi masyarakat, negara dan bangsa. Paras gerakan terorisme bertumbuh dan bermetamorfosa dari mulai jaringan besar hingga dalam wujudnya yang bersifat individual. Berbagai cara dilakukan dalam aksi terorisme seperti bom bunuh diri, penembakan, penculikan, dan bentuk kekerasan lainnya.

“Melalui sastra melesak jiwa-jiwa kepedulian yang bermata air dari kegalauan, keperihan dan kepedihan. Ia menjadi pengembaraan kata-kata yang melampaui realitas baku, kaku, dan segala rupa verbalitas,” ujarnya.

Sambil diselingi pementasan wayang kulit Betawi dengan lakon Gatotkaca Jadi Raja dengan dalang Sukarlana yang menyelipkan pesan moral deradikalisasi beragama. Acara semakin seru dengan masuknya Presiden Penyair Indonesia, Sutarji Calzoum Bachri yang mengguncang panggung dengan tiupan harmonikanya sambil membacakan puisi ‘Aku’ Chairil Anwar. Riuh tepuk tangan hadirin kembali pecah kala Sutarji membacakan karya puisinya yang berjudul ‘Jembatan’ dengan pembawaan gaya nyentrik khasnya.

 
Sebagai penutup, Sutarji berorasi mengenai bahayanya terorisme bagi kedamaian di negeri ini. Namun, terorisme menurut Sutarji bukan hanya terror bom dan serangan-serangan kelompok ekstrimis golongan agama tertentu. “Terorisme adalah penindasan-penindasan elite terhadap rakyat, pembiaran-pembiaran kesengsaraan, kelaparan, dan kemiskinan terhadap rakyat. Hal tersebut juga terorisme”, ujarnya.
(Azami Mohammad)

0 komentar:

Posting Komentar